Sulitnya Merawat

Perawatan, atau lebih beken dengan nama maintenance, merupakan suatu kegiatan yang acap kali disepelekan, tapi sebetulnya punya peranan yang luar biasa penting. Kegiatan ini sering dianggap remeh karena terkesan membosankan, tidak ada tantangan. Banyak orang yang mungkin berpikiran, “Apa susahnya sih maintenance? Cuma lihat-lihat doang dan sesekali membetulkan kan?”

Maintenance itu memang merupakan kegiatan rutin yang membutuhkan konsistensi yang luar biasa. Namun, niscaya buah dari konsistensi itu akan sangat nikmat. Coba deh, sesekali sempatkan diri ke belahan dunia yang sudah maju dan lihat bagaimana di sana fasilitas umum sangat terawat. Bahkan mungkin hal sederhana semacam telepon umum saja masih dapat terlihat di mana-mana dan berfungsi dengan baik.

Sayang sekali, di negara kita tercinta ini perawatan itu sangat susah dilakukan. Jangan salah, orang-orang Indonesia itu bisa saja membuat teknologi yang canggih atau membuat tempat pariwisata yang tak kalah indahnya dibandingkan di luar negeri. Akan tetapi, bisakah kita merawatnya dengan baik? Berapa lama hal-hal yang kita raih atau kita buat itu dapat bertahan?

Memang, selalu lebih sulit mempertahankan dibandingkan memperoleh. Begitu pula halnya dengan sebagian besar bagian dari kehidupan ini. Ambil contoh yang mudah deh, pasangan hidup misalnya. Berapa lama sih seseorang akan melakukan pendekatan terhadap orang yang disukainya? Sekarang coba bandingkan dengan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mempertahankan rumah tangga yang kelak harus dibina, berbeda jauh kan? Tidak heran kalau ada yang bilang bahwa bagian PDKT (baca: pendekatan) itu biasanya memang lebih seru.

Kembali lagi ke masalah yang agak serius. Beberapa minggu terakhir saya mendapatkan cerita-cerita menarik tentang sulitnya perawatan di Indonesia, dari masalah teknologi hingga pariwisata. Selain itu, akhir-akhir ini juga santer terdengar masalah pelestarian budaya Indonesia. Mengenai masalah ini, saya selalu teringat dengan sentilan di media cetak yang mengatakan bahwa kita baru akan ribut ketika budaya kita diakui orang lain. Namun, ke manakah kita selama ini? Terlalu sibuk dengan “mainan” lain kah?

Negeri ini pernah menjadi terpandang di dunia pada masa lampau, tapi masihkah seperti itu?

Tinggalkan komentar